Assalamu 'alaikum wr. wb.
Pak Ustadz, saya mau menanyakan hukum memakai cutek atau cat kuku yang dipakai perempuan, sahkah sholatnya dan bagaimana hukumnya?Mohon penjelasannya, Pak. Terima kasih.
Wassalamu 'alaikum.
Ihsan Katsiranihsan_katsiran at eramuslim.com
Pak Ustadz, saya mau menanyakan hukum memakai cutek atau cat kuku yang dipakai perempuan, sahkah sholatnya dan bagaimana hukumnya?Mohon penjelasannya, Pak. Terima kasih.
Wassalamu 'alaikum.
Ihsan Katsiranihsan_katsiran at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Cutek itu tidak haram digunakan oleh seorang wanita, terutama bila tujuannya untuk meningkatkan penampilan di depan suaminya. Bahkan dengan niat dan tata cara yang benar, justru menjadi ibadah di sisi Allah SWT.
Dan secara umum tidak terbukti sebagai benda yang masuk dalam kategori najis. Sehingga penggunaannya dari sisi thaharah, tidak menjadi masalah.
Masalah yang timbul dari pemakaian cutek ini hanya pada tidak sampainya air wudhu. Sebab biasanya cutek ini berbentuk lapisan di kuku. Apabila telah mengering, lapisan ini tidak tembus air.
Sementara wudhu' itu sendiri mensyaratkan basahnya tangan dengan air, termasuk basahnya kuku. Namun dengan adanya cutek yang membentuk lapisan itu, maka kuku tidak basah. Dan karena tidak basah, maka wudhu' tidak sah.
Dengan tidak sahnya wudhu', akibatnya shalat pun tidak sah. Maka urusan cutek yang kecil ini akhirnya bisa menjadi besar, karena sampai membuat shalat tidak sah.
Namun bila bisa disiasati agar pemakaian cutek tidak merusak wudhu', sebenarnya tidak ada masalah. Misalnya, sebelum memakai cutek berwudhu' terlebih dahulu. Jadi tetap bisa shalat. Hanya nanti bila wudhu'nya sudah batal dan ingin shalat lagi, terpaksa cuteknya harus dihilangkan dulu, baru berwudhu' lagi.
Selain penggunaan cutek, ada pewarna kuku yang lebih alami. Yaitu hinna'. Bangsa kita sering menyebutkan dengan istilah 'pacar kuku'. Biasanya dibawa oleh jamaah haji sebagai oleh-oleh dari tanah suci.
Berbeda dengan cutek, hinna' tidak membentuk lapisan di atas permukaan kuku. Sebaliknya, justru masuk ke dalam pori-pori kuku sehingga berwarna merah, tapi tidak menghalangi masuknya air wudhu'. Maka lebih praktis menggunakan hinna' dari pada cutek, apalagi mengingat cutek itu buatan pabrik, yang tentunya terbuat dari berbagai macam zat kimia. Sayangnya, kami belum mendapatkan penelitian tentang dampak penggunaannya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Dan secara umum tidak terbukti sebagai benda yang masuk dalam kategori najis. Sehingga penggunaannya dari sisi thaharah, tidak menjadi masalah.
Masalah yang timbul dari pemakaian cutek ini hanya pada tidak sampainya air wudhu. Sebab biasanya cutek ini berbentuk lapisan di kuku. Apabila telah mengering, lapisan ini tidak tembus air.
Sementara wudhu' itu sendiri mensyaratkan basahnya tangan dengan air, termasuk basahnya kuku. Namun dengan adanya cutek yang membentuk lapisan itu, maka kuku tidak basah. Dan karena tidak basah, maka wudhu' tidak sah.
Dengan tidak sahnya wudhu', akibatnya shalat pun tidak sah. Maka urusan cutek yang kecil ini akhirnya bisa menjadi besar, karena sampai membuat shalat tidak sah.
Namun bila bisa disiasati agar pemakaian cutek tidak merusak wudhu', sebenarnya tidak ada masalah. Misalnya, sebelum memakai cutek berwudhu' terlebih dahulu. Jadi tetap bisa shalat. Hanya nanti bila wudhu'nya sudah batal dan ingin shalat lagi, terpaksa cuteknya harus dihilangkan dulu, baru berwudhu' lagi.
Selain penggunaan cutek, ada pewarna kuku yang lebih alami. Yaitu hinna'. Bangsa kita sering menyebutkan dengan istilah 'pacar kuku'. Biasanya dibawa oleh jamaah haji sebagai oleh-oleh dari tanah suci.
Berbeda dengan cutek, hinna' tidak membentuk lapisan di atas permukaan kuku. Sebaliknya, justru masuk ke dalam pori-pori kuku sehingga berwarna merah, tapi tidak menghalangi masuknya air wudhu'. Maka lebih praktis menggunakan hinna' dari pada cutek, apalagi mengingat cutek itu buatan pabrik, yang tentunya terbuat dari berbagai macam zat kimia. Sayangnya, kami belum mendapatkan penelitian tentang dampak penggunaannya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
No comments:
Post a Comment